Rahbar-Rafsanjani: Antara Revolusioner dan Reformis





 Akbar Hashemi Rafsanjani. Nama itu bagai simpul benang kusut dalam permadani sejarah Iran modern. Bukan tanpa alasan jika saat jenazahnya disalatkan, lisan seorang pemimpin tertinggi begitu khusyuk melantunkan permohonan ampunan yang terasa lebih panjang, lebih dalam dari biasanya. Bukan pula tanpa sebab jika kalimat: , "Kami tidak mengetahui kecuali kebaikan darinya," terasa tertahan, tak terucap lantang seperti pada tokoh lain.


Di balik jubah kekuasaan yang pernah begitu megah tersandang di pundaknya, Amamah putih yang menandakan Kepimpinan, tersembunyi labirin jejak langkah yang tak selalu lurus. Rakyat Iran, dengan segala dinamika pandangan dan pengalaman hidup mereka, menyimpan narasi yang beragam tentang sosok ini. Ada yang mengenangnya sebagai arsitek pembangunan pasca-perang, seorang pragmatis yang mencoba membuka jendela Iran ke dunia luar. Namun, tak sedikit pula yang mengingatnya dengan kerut dahi, mengaitkannya dengan pusaran kekayaan yang tak terjelaskan, dengan bayang-bayang kekuasaan oligarki yang sulit ditembus.


Bisik-bisik tentang proyek-proyek raksasa yang menguntungkan segelintir orang, pembangkangannya terhadap Pemimpin Tertinggi Iran dalam masa kepimpinannya, orang yang mengangkangi kerusuhan Demo 2009, gaya hidup mewah di tengah himpitan ekonomi rakyat jelata, tentang peran di balik layar dalam intrik politik yang tak selalu bersih, semua itu menjadi bagian dari mozaik ingatan kolektif. Bukan berarti semua tuduhan terbukti di pengadilan. Semuanya tertutup dari mata publik, hanya cukup banyak cerita yang beredar, cukup banyak pertanyaan yang tak terjawab, hingga membentuk persepsi yang beragam di benak masyarakat.


Maka, ketika Ayatullah Khamenei melantunkan "al-afw" berulang kali, mungkin di sana tersirat sebuah pengakuan implisit akan kompleksitas warisan yang ditinggalkan Rafsanjani. Sebuah pemahaman bahwa di balik segala sepak terjangnya, ada sisi kemanusiaan yang tak luput dari khilaf dan dosa. Permohonan ampunan yang panjang itu bisa jadi adalah ruang bagi sejarah untuk menimbang, bagi keadilan Ilahi untuk memutuskan, dan bagi rakyat untuk merangkai sendiri kepingan-kepingan memori tentang seorang tokoh yang begitu mewarnai panggung politik mereka.


Sosok Rafsanjani, dengan segala kontroversi dan paradoksnya memang bukanlah tokoh yang bisa dilabeli dengan satu warna saja. Ia adalah cerminan dari era yang penuh gejolak, di mana idealisme dan realitas sering kali bertabrakan. Dan dalam kepergiannya, ia meninggalkan warisan yang akan terus diperdebatkan, dikenang, dan mungkin juga dihakimi oleh generasi selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar